Haramkah
menikahi wanita hamil duluan?
A.
Khatibi R Sihombih, S.Pd.I., MM (Penghulu KUA Kec. Sindang Jaya)
A. Pendahuluan
Adalah menjadi mafhum dengan seiringnya waktu berjalan dari masa ke masa dengan perubahan kehidupan sosial dan gaya hidup yang hedonistik dan materialistik, banyak kecenderungan di tengah-tengah kehidupan para remaja kita yang menjauh dari konsepsi teosentrisme ajaran Islam untuk melakukan hal-hal yang mendiviasi dirinya dari nilai nilai Islam yang dibangun sebagai pondasi kehidupan dan sikap keberagamaannya. Tidak jarang kita melihat sikap remaja yang cenderung menggunakan narkoba untuk sekadar kesenangan dan hal lainnya yang berimplikasi pada tindakan-tindakan negatif. Pun demikian, di kalangan remaja sudah menjadi trend hubungan seksual di luar nikah menjadi “habitual action” yang menghabituasi tindakan maksiatnya telah mendegradasi moralitas anak bangsa (situs: http://daerah.sindonews.com). Dalam konteks ini, penulis memandang bahwa banyak faktor yang mendeterminasi sejurus dengan fenomena kehidupan para remaja melakukan perzinahan, sebut saja misalnya kurang pendidikan agama dan pengawasan orang tua terhadap anak remajanya, atau bisa jadi karena pengaruh lingkungan dan pergaulannya seperti yang dilansir dalam situs: https://www.balitbangham.go.id/detailpost/maraknya-budaya-seks-bebas-di-era-globalisasi-suatu-refleksi-moral. Lantas bagaimana hukum Islam menyoroti masalah ini. Apakah boleh menikahi wanita yang hamil di luar nikah? Untuk hal ini, penulis mencoba akan memaparkan sekelumit mengenai hal tersebut dalam perspektif Fiqih Munakahat dan Kompilasi Hukum Islam.
B.
Rumusan masalah
1. Bagaimana sudut pandangan fiqih (studi komparasi madzhab fiqih) dalam
mengupas masalah pernikahan hamil duluan?
2. Apakah boleh menikahkan wanita hamil duluan?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami perbedaan para imam madzhab fiqih
tentang pernikahan wanita hamil duluan.
2. Untuk mengetahui kemungkinan hukum menikahi wanita hamil duluan.
D. Hukum
menikahi wanita yang sudah hamil di luar nikah
Terjadi diskusi ringan selepas makan
siang di kantor, antara penulis dan amil desa yang kebetulan sedang mengantar
calon pengantin yang melakukan pendaftaran perkawinan. Dia menanyakan perihal bagaimana hukumnya
menikahi seorang wanita yang hamil duluan.
Selama ini banyak terjadi remaja
yang hamil di luar nikah kemudian langsung dinikahkan hanya untuk menutupi
aibnya. Dan yang mengenaskan lagi, laki-laki yang dinikahinya bukanlah orang
yang menghamilinya. Ujar dirinya dengan tatapan mata yang serius.
Penulis pun mencoba menjawabnya, dan
tentunya jawaban yang penulis tuturkan ini berasal dari beberapa literatur yang
pernah penulis baca. Memang pergaulan di kalangan remaja dan anak muda sekarang
sudah sangat mengkhawatirkan. Tidak sedikit di antara mereka yang terjebak
dalam pergaulan bebas. Tidak heran jika banyak remaja yang masih usia belia
telah menikah disebabkan hamil duluan hasil dari perbuatan zina.
Ada dua hal yang sepertinya perlu
dijawab, yaitu bagaimana status hukum seorang laki-laki menikahi wanita yang
sedang mengandung anak dari orang lain dan hukum wanita hamil yang dinikahi
oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah.
Dalam menjawab persoalan kedua
status hukum tersebut, penulis mengutip pendapat tersebut dalam Kitab Al Fiqhiah al Islamiah wa Adilatuhu (Doktor Wahbah
Zuhaili, 1987: hal 148).
Menurutnya terdapat beberapa pendapat, di antaranya:
Pertama Pendapat Imam Abu Hanifah
yang menjelaskan bahwa
bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya,
hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang
menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Kedua Pendapat Imam Malik dan Imam
Ahmad bin Hanbal
yang mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi wanita
yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa
'iddahnya.
Imam Ahmad menambahkan satu syarat
lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah bertobat dari dosa zinanya. Jika belum
bertobat dari dosa zina, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun.
Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab ( Al-Imam An-Nawawi,1984: Juz XVI halaman 253).
Ketiga Pendapat Imam Asy-Syafi'i yang menerangkan bahwa baik
laki-laki yang menghamili ataupun yang tidak menghamili, dibolehkan
menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya (Abu Ishaq Asy-Syairazi, 1982: Juz II halaman 43).
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) dengan instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991,
yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154
Tahun 1991 telah disebutkan hal-hal berikut :
1. Seorang wanita hamil di luar nikah,
dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang
disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran
anaknya.
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan
pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang
dikandung lahir.
Semua pendapat yang menghalalkan
wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya,
berangkat dari beberapa nash berikut, Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW
pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat
untuk menikahinya, lalu beliau bersabda: “Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya
nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”. (HR Tabarany
dan Daruquthuny).
Juga dengan hadits berikut, Seseorang
bertanya kepada Rasulullah SAW, isteriku ini seorang yang suka berzina. Beliau
menjawab: “Ceraikan dia.” “Tapi aku takut memberatkan diriku”. “Kalau begitu
mut`ahilah dia”. (HR Abu Daud dan An-Nasa`i)
Adapun pendapat yang mengharamkan
seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari
orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut,
Nabi SAW bersabda: "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita
hamil (karena zina) hingga melahirkan." (HR Abu Daud dan dishahihkan
oleh Al-Hakim). Juga dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda: "Tidak
halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk
menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan
Tirmizy).
E. Kesimpulan
Akhir kita akan sampai pada
kesimpulan bahwa: Jika seorang laki-laki menikahi wanita yang sedang mengandung
anak dari orang lain, hukumnya haram (menurut Imam Malik dan Imam Ahmad).
Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di
luar nikah, maka hukumnya boleh. Sedangkan jika mengacu pada Kompilasi Hukum
Islam, seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki
yang menghamilinya.
Begitulah kira-kira jawaban yang penulis
ketahui. Dan tentunya sekali lagi berdasarkan dari beberapa literatur yang Penulis
baca, mudah-mudahan saja dapat dipahami. Ungkap Penulis kepada si Amil tersebut.
Akhirnya dia pun mengangguk tanda mengerti. Wallahu a’lam bishshowab.